Kepada semak dan bunga ia berkata
"aku ingin membagi rasaku kepada kalian,
agar kalian mengerti betapa hatiku pilu memikirkannya.
Andaikan engkau berkuasa untuk mengantarkan anggur
kerinduan ini kepadanya,
maka aku akan bersujud dihadapanmu"
Bila malam telah datang,
ia bersenandung kepada sang rembulan
"cukupkah engkau memberikan cahaya
yang akan menyinari hatiku ?
Aku ingin membagi rindu denganmu,
tetapi aku takut kepadamu,
karena engkau akan lenyap di pagi hari.
Aku takut ...
kerinduanku akan sirna dengan lenyapnya dirimu ..."
Ketika terik matahari bersinar, ia menyapanya
"aku ingin berceritra kepadamu tentang kerinduanku,
tetapi aku takut engkau akn membakar kulitku
karena tak kuasa menanggung kerinduanku ..."
Wahai yang kurindu ...
"semua dendang dalam hatiku
adalah nyanyian tentangmu.
Kapankah kita akan bertemu tuk memadukan
dendang hati kita ?
Oh angin, sampaikan salamku ...
"Basahi hatinya agar ada sekuntum bunga rindu,
seperti engkau membasahi hatiku
untuk kau mekarkan taman bunga rindu dalam hatiku"
Kusadari bahwa suara kehidupanku tak berarti apa-apa
dan bahkan belum mampu menembus telinga kehidupanmu.
Namun dalam apa-apa inilah kita coba komunikasikan,
barangkali bisa mengusir kejemuan . . .
Kata-kata tidak mengenal waktu.
Aku harus mengucapkan atau menuliskannya
dengan menyadari akan keabadiannya. . .
WidgetBucks - Trend Watch - WidgetBucks.com
WidgetBucks - Trend Watch - WidgetBucks.com
3 komentar:
Aku merasakan betapa dalamnya kerinduan yang anda gambarkan.
aku juga betah membaca coretan anda.
salam kenal dari aku.
Yanti,
ass.pakkurang kreasinya!
ass... pak i tunggu puisi yang selanjutnya ya!!!!oks pak, don't forget ya
Posting Komentar